Senin, 11 Januari 2016

7EB5B7A7 GANJARAN MENAHAN (MENGHILANGKAN) AMARAH : DIPERSILAHKAN MENIKAH BIDADARI SURGA

Upah Kendalikan Marah: Mendapat Bidadari di Surga

Seorang lelaki datang pada Rasulullah untuk meminta nasehat. Beliau mengatakan,”Jangan marah!”. Lelaki itu terus menerus mengulangi pertanyaannya, dan kembali Rasulullah menjawab,”Jangan marah!”.

Sobat, mengapa pengendalian marah ini menjadi sesuatu yang penting bagi seorang muslim? Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menjelaskan kisah yang dinukil dari hadist diatas, bukan maksud Rasulullah tiap orang memiliki rasa marah, karenanya rasa marah itu sebenarnya hal yang sangat manusiawi dan merupakan bagian dari tabiat manusia. Namun yang dimaksud “jangan marah” adalah pengendalian diri, penguasaan hati saat marah itu muncul. Supaya kemarahan itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik.

Sesungguhnya kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh syaitan kedalam lubuk hati, makanya saat marah akan terlihat kedua mata menjadi merah, urat leher menonjol dan menegang. Untuk itu Syaikh Sayyid Nada memberikan beberapa tips yang disusun dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al Islamiyah, mengenai adab yang berkaitan dengan marah.

Jangan marah, kecuali karena Allah. Marah yang satu ini malah disukai karena berakibat dengan amal, misalnya marah melihat perbuatan haram merajalela. Di usahakan selalu berlemah lembut untuk urusan dunia, seperti yang dicontohkan oleh sang Nabi saw. Karena sejatinya dalam marah itu tersimpan murka yang berujung ke pertikaian, perselisihan yang pada akhirnya menjadi dosa.

Ketika marah ingat akan Allah, biasanya perbanyak istiqfar, sehingga diharapkan kemarahan akan segera teredam. Dan Allah sangat menyukai orang-orang yang bisa meredam amarahnya.

“..dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan” (Ali Imran ayat 134)

Kemudian mencoba berlindung kepada Allah, Rasulullah menasehatkan kepada orang-orang yang marah agar berlindung kepada Allah agar diberi reda dengan kalimat sederhana dan penuh makna “A’uudzu billah”. Bisa juga dengan diam, bila kemarahan mulai menghampiri, bila lisan mulai mengungkapkan kemarahan dikhawatirkan malah berujung keburukan dan dosa, maka lebih baik diam. Rasulullah bersabda,”Ajarilah, permudahlah dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah diam’” (Riwayat Ahmad). Bisa juga dengan mengubah posisi ketika marah. Karena secara psikologis posisi yang berubah misalnya dari berdiri ke duduk bisa membuat orang yang marah lebih rileks atau nyaman, hingga diharapkan bisa meredam kemarahannya.

Bila masih belum bisa reda, Rasul mengajarkan untuk berwudhu atau mandi. Karena marah sesungguhnya api setan yang dpat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf. Bila masih mungkin mengerjakan shalat sunah, dengan tegak berdiri diribaanNya diharapkan memberikan kedamaian hingga rasa marahpun perlahan akan menyurut.

Diupayakan memberi maaf dan bersabar. Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah memuji hambaNya,”...dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (Asy Syuura:37)

Ibnu Hajar memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bisa menahan amarahnya, atau beupaya untuk mengendalikan marah, dengan sabda Rasulullah, ”Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggil di hadapan segenap makhluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa saja yang ia kehendaki”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar