Rabu, 12 Maret 2014

Kisah Bijak Para Sufi: Pahala yang Tertolak

http://islamindonesia .co.id/
Kisah Bijak Para Sufi: Pahala yang Tertolak
Penulis : Lina
Ilustrasi
www.raja-asuransi.com
Apa yang menjadikan ibadahnya tertolak?

Pada suatu hari, Abdullah ingin pergi haji. Sebagai saudagar yang kaya raya, keinginannya itu tak jadi masalah baginya.
Ia pun berangkat. Hal-hal terkait kewajiban dalam menjalankan ibadah haji berhasil ia laksanakan dengan sebaik-baiknya. Tapi, sehari sebelum pulang, ia bermimpi. Dalam mimpi itu, ia melihat dua malaikat turun dari syurga dan saling berbincang.
“Berapa banyak yang datang untuk berhaji tahun ini?” tanya salah satu malaikat kepada yang lain.
“Delapan ratus ribu orang,” jawab lainnya.
“Berapa banyak orang yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak seorang pun.” Jawabnya.
Abdullah mengisahkan, “Ketika aku mendengar itu, tubuhku menggigil hebat. Berbagai pertanyaan muncul seketika. ‘Orang-orang ini telah datang dari jauh dengan penderitaan dan keletihan yang sangat, melintasi padang pasir yang luas, mengeluarkan banyak biaya untuk bisa sampai ke rumah-Nya, namun usaha mereka itu sia-sia. Mengapa? Apa yang menjadikan ibadahnya tertolak?’
Malaikat itu berkata, ‘Ada seorang tukang sol sepatu di Damaskus yang bernama Ali ibnu Muwaffaq. Ia tidak datang ke sini untuk berhaji, namun ia menerima pahala sebesar orang-orang haji mabrur, dan segala dosanya pun terampuni.’
“Aku terbangun dan berkata pada diri sendiri, ‘Aku harus pergi ke Damaskus dan mengunjungi orang itu.’ Maka, aku pun pergi ke Damaskus dan mencari kediamannya. Sesampainya di sana, aku bertanya ke semua orang yang kulalui, dan akhirnya ditunjukkanlah aku ke sebuah gubuk kecil.” Lanjut Abdullah.
“Tak lama kemudian, muncullah seseorang dari balik pintu, yang ternyata ia lah yang aku cari.”
‘Aku ingin berbicara denganmu,’ kataku.
‘Bicaralah,” jawabnya.
‘Apa pekerjaanmu?’
‘Seorang tukang sol sepatu.’
Lalu aku memberitahukan mimpiku padanya. Setelah itu, ia bertanya, ‘Siapa namamu?’
‘Abdullah ibnu al Mubarok,’ jawabku. ‘Ceritakan kisahmu padaku,’ mohonku kemudian.
“Ia mengisahkan, ‘Selama tiga puluh tahun aku mendambakan pergi ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Aku pun telah berhasil mengumpulkan uang sebesar 500 dirham dari hasil kerja kerasku sebagai tukang sol sepatu. Rencananya tahun ini akan berangkat ke sana, menepati janjiku.
Namun, suatu ketika isteriku yang sedang hamil mencium aroma masakan dari rumah sebelah. ‘Cobalah engkau ke sana dan meminta sedikt saja untukku,’ pinta isteriku. Aku pun menurutinya dan mengetuk pintu tetangga dan menjelaskan maksud kedatanganku.
Wanita tetanggaku itu menangis mendengar kata-kataku, dan berkata, ‘Anak-anakku belum makan apa-apa selama tiga hari. Hari ini aku menemukan bangkai keledai, lalu sebagian daging itu aku ambil dan memasaknya. Daging itu tidak halal bagimu.’
Mendengar penjelasannya, hatiku terasa terbakar. Aku pun bergegas pulang dan mengambil semua tabunganku lalu memberikannya pada wanita itu. ‘Belanjakan uang ini untuk kebutuhan anak-anakmu,’ kataku. Itulah ibadah hajiku yang mungkin kau maksud.”
Abdullah berkata, “Malaikat telah berkata jujur dalam mimpiku, dan Allah benar dalam keputusan-Nya.”
Bayangkan, Allah menolak semua tamu-Nya (yang berhaji) dan memberikan pahala yang begitu besar kepada tukang sol sepatu (yang bahkan tidak sempat melakukan haji) hanya karena lebih memilih membantu tetangganya yang membutuhkan. Bagaimana jadinya jika setiap saat kita membantu orang-orang di sekitar yang lebih membutuhkan?
--------
Abu Abdurrahman Abdullah ibnu al Mubarak al Handhali al Mawardhi merupakan seorang sufi dan pewaris hadis yang sangat terkenal di zamannya. Ia lahir pada tahun 118 H/736 M di Turki dan belajar kepada banyak guru di Merv, hingga mampu menguasai aneka ilmu, termasuk sastra dan tata bahasa.
Konon, ia juga menjadi seorang saudagar yang kaya raya. Namun, semua hartanya kemudian ia sumbangkan kepada siapa pun yang membutuhkan bantuannya. Ia mengembuskan nafas terakhirnya pada 181 H/797 M dalam peristiwa “Serangan Sungai Eufrat”.
Kisah ini kemudian menyebar luas setelah Fariduddin Aththar menuliskannya dalam Muslim Saints and Mistics: Episodes from the Tadkhirat al-Auliya (Memorial of the Saints) dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Kisah-Kisah Sufi Agung.
- See more at: http://islamindonesia.co.id/detail/1408-Kisah-Bijak-Para-Sufi-Pahala-yang-Tertolak#sthash.aPeK96SP.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar