Rabu, 02 April 2014

( HIKMAH ) DIBALIK PERINTAH MENDIRIKAN SHALAT SBG TIANG AGAMA

Sahabat Anas berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw shalat bersama kami. Setelah selesai shalat kemudian beliau menghadap kami seraya bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imammu. Karena itu janganlah kamu mendahuluiku ketika ruku’, ketika berdiri, dan ketika menyelesaikan shalat. Sebab aku mengetahui apa yang kamu lakukan, baik didepanku maupun dibelakangku.” Selanjutnya Rasulullah bersabda :”Demi dzat yang diri Muhammad berada dalam kekuasaanNya, seandainya kamu bisa melihat apa yang aku lihat, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis berurai air mata.” Lalu para sahabat bertanya :” Wahai Rasulullah, apa yang engkau lihat ?” Jawab Rasulullah :”Aku melihat sorga dan neraka.” (HR Muslim).

Dari hadits tersebut, dalam shalat berjama’ah, makmum shalat harus mengikuti dan tidak boleh mendahului imam, dari mulai takbiratul ihram sampai salam. Demikian juga bagi makmum yang terlambat (masbuq), ia harus mengikuti imam sampai imam salam, baru kemudian melanjutkan shalatnya untuk menyempurnakan raka’at yang tertinggal.

Ketentuan mengikuti imam hanya selama bacaan dan gerakan imam benar. Jika imam keliru, makmum wajib menegur imam dengan bacaan subhanallah (bagi laki-laki) dan memberi isyarat dengan bertepuk tangan (bagi wanita) agar shalat tidak sia-sia, dan imam wajib memperhatikan teguran tersebut.

Jika tidak, atau membuat kesalahan fatal, maka makmum berhak memisahkan diri. Oleh karena itu, untuk menjadi imam, tidak boleh sembarang orang.

Seorang imam shalat, bukan hanya yang banyak hafalan bacaan Qur’an saja, tetapi yang memiliki ketinggian ilmu (agama), memahami dan mampu melaksanakan Qur’an dan Sunnah, berakhlak mulia sehingga disukai makmumnya dan bisa pegang amanah (berdasarkan hadits-hadits riwayat Muslim dari Abu Masna, Abu Dawud dari Abu Amer ibn Ash, Ahmad dalam risalah ash shalah, dan Bukhari dari Abi Hurairah).

Ada satu lagi sebagai syarat menjadi imam yaitu bukan sebagai tamu, kecuali atas keikhlasan permintaan para makmumnya untuk mengimami mereka (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud).

Sebagai suatu tarbiyah tentang kepemimpinan dalam shalat berjamaah dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Dengan berdasarkan firman Allah :

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa ayat 59)

Ayat diatas begitulah Syarat pemimpin harus mengembalikan kepada Al-Quran dan Sunnah, wajib shaleh mencari pemimpin rumah tangga, kita harus menjadi shaleh memimpin diri sendiri yang syaratnya harus menyandarkan dengan petunjuk Allah, karena menghindarkan dari kengerian azab siksa pembalasan Allah bagi mereka yang mengabaikan petunjuk-Nya.

Sikap penolakan petunjuk Allah seperti hanya pantas dilakukan oleh kaum munafik sebagaimana Allah jelaskan berikut:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ

رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa ayat 61)

Sedangkan diantara kriteria munafiq dalam hal mengabaikan shalat sbb

(MUSLIM – 1046) : Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: "Menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat (berjamaah di masjid), melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen)."

Sungguh jika melihat begitu banyaknya masjid dewasa ini yang sepi di waktu sholat lima waktu, kita sangat khawatir jangan-jangan ini indikasi bahwa terdapat begitu banyak orang yang berpotensi munafik, semoga Allah melimpahkan kita hidayah.

Kaitannya bagi mereka yang selalu merujuk kepada Al Quran dan Sunnah, sungguh terkait dengan penegakkan shalat.

(AHMAD – 21139) : Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat."

Bila keluarga kita ingin lurus, sakinah dalam rahmat Allah tegakkanlah shalat, ajari keluarga kita shalat berjamaah dimasjid bagi yang pria. Shalat sebagai tiang agama, harus diserukan terus-menerus, dengan rutin mengkaji Al-Quran dan Sunnah untuk diamalkan pada kehidupan sehari-hari.

Bagi yang belum menikah pilihlah mereka pemimpin yang shubuh dan Isya berjamaah dimasjid, cinta dengan nilai keshalehan, artinya selalu memandang kehidupan dari kacamata petunjuk Allah sehingga ia layak memimpin keluarga kita agar rumah tangga bisa dibawa kearah yang diredhoi Allah.

Kita berdoa agar Allah menjadikan keluarga kita shaleh, melimpahkan Rahmat dan taufiq agar Allah senantiasa membukakan pintu hati kita dan saudara-saudara kita yang lain agar selalu mentaati perintah Allah dan Rosul-Nya secara utuh, Aamiin.

Photo: ‎( HIKMAH ) DIBALIK PERINTAH MENDIRIKAN SHALAT SBG TIANG AGAMA

Sahabat Anas berkata, “Pada suatu hari Rasulullah saw shalat bersama kami. Setelah selesai shalat kemudian beliau menghadap kami seraya bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imammu. Karena itu janganlah kamu mendahuluiku ketika ruku’, ketika berdiri, dan ketika menyelesaikan shalat. Sebab aku mengetahui apa yang kamu lakukan, baik didepanku maupun dibelakangku.” Selanjutnya Rasulullah bersabda :”Demi dzat yang diri Muhammad berada dalam kekuasaanNya, seandainya kamu bisa melihat apa yang aku lihat, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis berurai air mata.” Lalu para sahabat bertanya :” Wahai Rasulullah, apa yang engkau lihat ?” Jawab Rasulullah :”Aku melihat sorga dan neraka.” (HR Muslim).

Dari hadits tersebut, dalam shalat berjama’ah, makmum shalat harus mengikuti dan tidak boleh mendahului imam, dari mulai takbiratul ihram sampai salam. Demikian juga bagi makmum yang terlambat (masbuq), ia harus mengikuti imam sampai imam salam, baru kemudian melanjutkan shalatnya untuk menyempurnakan raka’at yang tertinggal.

Ketentuan mengikuti imam hanya selama bacaan dan gerakan imam benar. Jika imam keliru, makmum wajib menegur imam dengan bacaan subhanallah (bagi laki-laki) dan memberi isyarat dengan bertepuk tangan (bagi wanita) agar shalat tidak sia-sia, dan imam wajib memperhatikan teguran tersebut. 

Jika tidak, atau membuat kesalahan fatal, maka makmum berhak memisahkan diri. Oleh karena itu, untuk menjadi imam, tidak boleh sembarang orang.

Seorang imam shalat, bukan hanya yang banyak hafalan bacaan Qur’an saja, tetapi yang memiliki ketinggian ilmu (agama), memahami dan mampu melaksanakan Qur’an dan Sunnah, berakhlak mulia sehingga disukai makmumnya dan bisa pegang amanah (berdasarkan hadits-hadits riwayat Muslim dari Abu Masna, Abu Dawud dari Abu Amer ibn Ash, Ahmad dalam risalah ash shalah, dan Bukhari dari Abi Hurairah).

Ada satu lagi sebagai syarat menjadi imam yaitu bukan sebagai tamu, kecuali atas keikhlasan permintaan para makmumnya untuk mengimami mereka (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud).

Sebagai suatu tarbiyah tentang kepemimpinan dalam shalat berjamaah dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Dengan berdasarkan firman Allah :

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa ayat 59)

Ayat diatas begitulah Syarat pemimpin harus mengembalikan kepada Al-Quran dan Sunnah, wajib shaleh mencari pemimpin rumah tangga, kita harus menjadi shaleh memimpin diri sendiri yang syaratnya harus menyandarkan dengan petunjuk Allah, karena menghindarkan dari kengerian azab siksa pembalasan Allah bagi mereka yang mengabaikan petunjuk-Nya.

Sikap penolakan petunjuk Allah seperti hanya pantas dilakukan oleh kaum munafik sebagaimana Allah jelaskan berikut:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ

رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa ayat 61)

Sedangkan diantara kriteria munafiq dalam hal mengabaikan shalat sbb

(MUSLIM – 1046) : Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: "Menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari shalat (berjamaah di masjid), melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen)."

Sungguh jika melihat begitu banyaknya masjid dewasa ini yang sepi di waktu sholat lima waktu, kita sangat khawatir jangan-jangan ini indikasi bahwa terdapat begitu banyak orang yang berpotensi munafik, semoga Allah melimpahkan kita hidayah. 

Kaitannya bagi mereka yang selalu merujuk kepada Al Quran dan Sunnah, sungguh terkait dengan penegakkan shalat.

(AHMAD – 21139) : Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu’alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat."

Bila keluarga kita ingin lurus, sakinah dalam rahmat Allah tegakkanlah shalat, ajari keluarga kita shalat berjamaah dimasjid bagi yang pria. Shalat sebagai tiang agama, harus diserukan terus-menerus, dengan rutin mengkaji Al-Quran dan Sunnah untuk diamalkan pada kehidupan sehari-hari.

Bagi yang belum menikah pilihlah mereka pemimpin yang shubuh dan Isya berjamaah dimasjid, cinta dengan nilai keshalehan, artinya selalu memandang kehidupan dari kacamata petunjuk Allah sehingga ia layak memimpin keluarga kita agar rumah tangga bisa dibawa kearah yang diredhoi Allah.

Kita berdoa agar Allah menjadikan keluarga kita shaleh, melimpahkan Rahmat dan taufiq agar Allah senantiasa membukakan pintu hati kita dan saudara-saudara kita yang lain agar selalu mentaati perintah Allah dan Rosul-Nya secara utuh, Aamiin.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar