Kamis, 05 Juni 2014

BBM 7D949495 PENJELASAN HADITS JIBRIL (1)(2)(3)

Penjelasan Hadits Jibril (1) : Makna Syahadat Dan Iman


Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini syarah (penjelasan) hadits Jibril yang menyebutkan tentang tingkatan agama (Islam, Iman, dan Ihsan). Semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .
Dari Umar radhiyallahu anhu, ia berkata, “Suatu hari ketika kami duduk-duduk di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menempelkan kedua lututnya kepada lutut Beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya di paha Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sambil berkata, “Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika kamu mampu,“ kemudian dia berkata, “Engkau benar.“ Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang Iman?“ Beliau bersabda, “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.” Dia berkata, “Engkau benar.” Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan.” Beliau menjawab, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa begitu, (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu.” Kemudian dia berkata, “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan terjadinya).” Beliau menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya.” Dia berkata, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya?“ Beliau menjawab, “Jika seorang budak melahirkan tuannya dan jika kamu melihat orang yang sebelumnya tidak beralas kaki dan tidak berpakaian, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunan,” Orang itu pun pergi dan aku berdiam lama, kemudian Beliau bertanya, “Tahukah kamu siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepadamu dengan maksud mengajarkan agamamu.” (HR. Muslim)

Syarh/penjelasan

Penjelasan rukun Islam selain syahadatain dapat ditemukan di kitab-kitab fiqh. Oleh karena itu, di sini kami cukup menerangkan tentang makna syahadat Laailaahaillallah dan Muhammad Rasulullah serta makna rukun iman. Hanya saja di sini, kami akan memberikan gambaran sedikit tentang rukun Islam.
Islam diumpamakan sebagai bangunan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ.
Islam dibangun di atas lima (dasar); bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat (lima waktu), menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadhan” (HR. Tirmidzi dan Muslim).
رَأْسُ الْاَمْرِ الْاِسْلاَمُ ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Pokok perkara adalah Islam, tiangnya shalat, dan puncaknya jihad fii sabiilillah” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5136).
Pondasinya adalah syahadat, tiang-tiangnya adalah lima rukun di atas; dimana tanpa tiang-tiang tersebut bangunan Islam tidak dapat berdiri tegak. Sedangkan atapnya adalah jihad fii sabilillah.
Adapun ajaran Islam yang lain ibarat penyempurna bangunan tersebut, oleh karenanya jika penyempurna itu tidak dikerjakan, maka bangunan masih tetap tegak meskipun kurang sempurna, berbeda jika yang ditinggalkan adalah rukun Islam di atas, maka bangunan Islam akan segera roboh, terutama sekali adalah jika tidak ada syahadat dan shalat, yang menjadi pondasi dan tiang utama bangunan tersebut.

Makna syahadatain

Sebelum mengenal makna “Laailaahaillallah”, sepatutnya kita mengetahui makna syahadat (bersaksi) itu sendiri. Syahadat (bersaksi) artinya mengakui dan meyakini. Sehingga, jika seseorang bersaksi, maka maksudnya adalah mengakui dengan lisannya dan meyakini dengan hatinya.
Sedangkan makna adalah “Laa ma’buuda bihaqqin illallah”, yakni tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Hal ini mengharuskan kita tidak menyembah dan beribadah kecuali hanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala saja, tidak kepada selain-Nya.
Apabila seseorang telah bersaksi (mengakui dan meyakini) Laailaahaillallah, maka dia tidak boleh menyembah atau mengarahkan ibadah kepada selain Allah; dia tidak boleh ruku’ dan sujud kepada selain Allah, dia tidak boleh berdoa kepada selain Allah, dia tidak boleh bertawakkal kepada selain Allah, dia tidak boleh meminta pertolongan (dalam hal yang tidak disanggupi makhluk) kepada selain Allah, dia tidak boleh berharap kepada selain Allah, dia tidak boleh berkurban/menyembelih untuk selain Allah dan mengarahkan ibadah lainnya kepada selain Allah Ta’ala.
Adapun bersaksi “Muhammad Rasuulullah” maka memiliki dua rukun, yaitu bersaksi bahwa Beliau adalah hamba Allah dan bersaksi bahwa beliau adalah rasul/utusan Allah. Dalam persaksian “Muhammad adalah hamba Allah”, menunjukkan tidak bolehnya kita bersikap ifrath (berlebih-lebihan terhadap Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), seperti menempatkan Beliau melebihi penempatan Allah terhadap Beliau, yaitu sebagai “hamba-Nya,” sehingga kita tidak menjadikan Beliau sebagai tuhan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada Isa putra Maryam, kita tidak boleh berdoa kepada Beliau, meminta kepada Beliau, ruku’-sujud kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dsb. Hal itu karena Beliau adalah hamba (manusia seperti halnya kita), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Janganlah kamu memujiku berlebihan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada putra Maryam, aku hanyalah hamba-Nya, katakanlah, “Hamba Allah dan utusan-Nya.” (HR. Bukhari)
Sedangkan maksud “Muhammad adalah utusan Allah” adalah kita mengakui dan meyakini bahwa Beliau adalah orang yang diutus Allah kepada manusia semua untuk mengajak mereka kepada-Nya sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan). Di dalam persaksian ini terdapat larangan bersikap tafrith (meremehkan) kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena Beliau adalah utusan Allah, maka sikap kita adalah menaati perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan berita yang disampaikannya, dan beribadah kepada Allah sesuai contohnya.

Makna Iman

Iman secara istilah artinya pembenaran di hati (meyakini), pengakuan di lisan (seperti mengiqrarkan Laailaahaillallah) dan amal (praktek) dengan anggota badan. Ia akan bertambah dengan melakukan ketaatan dan akan berkurang dengan melakukan kemaksiatan. Ia memiliki 60 cabang lebih (sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari), yang paling tinggi adalah pengakuan “Laailaahaillallah” dan yang paling bawah adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu orang lain dari jalan dan malu itu sebagian dari iman.

Penjelasan Hadits Jibril (2) : Penjelasan Rukun Iman

Makna beriman kepada Allah

Beriman kepada Allah adalah kita mengimani semua penjelasan Allah dan rasul-Nya tentang Allah ‘Azza wa Jalla, termasuk ke dalam beriman kepada Allah adalah beriman kepada apa yang disebutkan di bawah ini:
  1. Beriman kepada wujud Allah
    Kita mengetahui bahwa manusia bukanlah yang menciptakan dirinya sendiri, karena sebelumnya ia tidak ada. Sesuatu yang tidak ada tidak bisa mengadakan sesuatu. Manusia tidak pula diciptakan oleh ibunya, dan tidak pula oleh bapaknya, serta tidak pula muncul secara tiba-tiba. Sesuatu yang terwujud sudah pasti ada yang mewujudkannya. Dari sini kita mengetahui keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta kita dan Pencipta alam semesta. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
    أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
    Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (QS. Ath Thur: 35)
  2. Beriman bahwa Allah adalah Rabbul ‘Aalamiin
    Maksudnya adalah beriman bahwa Allah adalah Pencipta, Pengatur, dan Penguasa alam semesta serta Pemberi rezekinya. Beriman bahwa Allah adalah Rabbul ‘Aalamin, disebut juga beriman kepada rububiyyah Allah.
  3. Beriman bahwa Allah adalah Al Ilaah (Al Ma’buud bihaqq)
    Maksudnya beriman bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah. Beriman bahwa hanya Allah yang berhak disembah disebut juga beriman kepada Uluhiyyah Allah. Inilah yang diingkari oleh orang-orang musyrik, sehingga mereka menyembah dan berdoa kepada selain Allah, seperti menyembah kepada patung dan berhala.
  4. Beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-Nya
    Maksudnya kita mengimani bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat yang telah ditetapkan Allah dalam Al Qur’an dan Rasul-Nya dalam As Sunnah, tanpa tamtsil (menyamakan dengan sifat makhluk), takyif (menanyakan “Bagaimana hakikat sifat Allah?”), ta’thil (meniadakan) dan tanpa ta’wil (mengartikan lain, seperti mengartikan “Tangan” diartikan dengan “Kekuasaan”). Bahkan sikap kita adalah sebagaimana dikatakan ulama ”Amirruuhaa kamaa jaa’at” (Biarkanlah sebagaimana datangnya).

Makna beriman kepada malaikat Allah

Beriman kepada malaikat maksudnya kita mengimani segala penjelasan Allah dan Rasul-Nya tentang malaikat.
Malaikat adalah makhluk Allah yang berada di alam ghaib yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala. Mereka tidak memiliki sedikit pun sifat-sifat ketuhanan dan tidak berhak disembah. Allah menciptakan mereka dari cahaya dan mengaruniakan kepada mereka sikap selalu tunduk kepada perintah-Nya serta diberikan kesanggupan untuk menjalankan perintah-Nya.
Jumlah mereka sangat banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah sendiri. Dalam hadits Israa’-Mi’raj disebutkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَرُفِعَ لِيَ الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ فَقَالَ هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ
Lalu ditampakkan kepadaku Al Baitul Ma’mur (ka’bah penghuni langit ketujuh), aku pun bertanya kepada Jibril (tentangnya), maka ia menjawab, “Ini adalah Al Baitul Ma’mur, setiap harinya 70.000 malaikat shalat di situ. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi sebagai kewajiban terakhir mereka.” (HR. Bukhari)
Termasuk ke dalam beriman kepada malaikat adalah:
  1. Mengimani wujud mereka
  2. Mengimani malaikat yang telah diberitahukan kepada kita namanya
    Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, maka kita imani secara ijmal (garis besar), yakni bahwa Allah memiliki malaikat dalam jumlah banyak.
  3. Mengimani sifat malaikat yang telah diberitahukan kepada kita sifatnya.
    Misalnya malaikat Jibril, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihatnya dalam wujud aslinya, di mana ia memiliki 600 sayap (HR. Bukhari), masing-masing sayap menutupi ufuk (HR. Ahmad). Contoh lainnya adalah sifat malaikat pemikul ‘arsy (singgasana), Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    أُذِنَ لِيْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلاَئِكَةِ اللهِ تَعَالَى مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ اِلىَ عَاتِقِهِ مَسِيْرَةَ سَبْعِمِائَةِ سَنَةٍ
    Saya diizinkan menceritakan tentang salah satu malaikat Allah yang memikul ‘arsy, bahwa jarak antara bagian bawah telinganya dengan pundaknya sejauh perjalanan 700 tahun.” (Silsilah Ash Shahiihah: 151)
  4. Mengimani tugas malaikat yang telah diberitahukan kepada kita.
    Di antara tugas mereka adalah bertasbih malam dan siang, beribadah, berthawaf di Baitul Ma’mur, dsb.

Makna beriman kepada kitab-kitab Allah

Kita juga wajib beriman bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah menurunkan kitab-kitab dan telah memberikan kepada beberapa rasul suhuf(lembaran-lembaran berisi wahyu). Semuanya adalah firman Allah yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikan kepada manusia syari’at-Nya. Firman Allah bukanlah makhluk karena firman termasuk sifat-sifat-Nya sedangkan sifat-sifat-Nya bukanlah makhluk.
Termasuk ke dalam beriman kepada kitab-kitab Allah adalah:
  1. Beriman bahwa kitab-kitab itu turun dari sisi Allah.
  2. Beriman kepada kitab-kitab Allah tersebut baik secara tafshil (rinci) maupun ijmal (garis besar). Secara tafshil maksudnya kita mengimani penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah yang menyebutkan tentang kitab-kitab Allah tersebut secara rinci seperti namanya adalah kitab ini dan diberikan kepada nabi yang bernama ini dsb. Sedangkan secara ijmal maksudnya kita mengimani bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah menurunkan kitab-kitab kepada rasul-rasul-Nya meskipun tidak disebutkan namanya
  3. Membenarkan berita yang ada dalam kitab tersebut yang masih murni (belum dirubah)
    Seperti berita Al Qur’an dan berita kitab-kitab yang belum dirubah. Kita katakan “yang masih murni” karena kitab-kitab selain Al Qur’an tidak dijaga kemurniannya seperti halnya Al Qur’an yang dijaga kemurniannya oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Sedangkan kitab-kitab selain Al Qur’an seperti Taurat dan Injil sudah dicampuri oleh tangan-tangan manusia dengan diberikan tambahan, dirubah, dikurangi, atau dihilangkan sehingga tidak murni lagi seperti keadaan ketika diturunkan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,
    مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ
    Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya.” (Terj. An Nisaa’: 46)
  4. Mengamalkan hukum yang terkandung dalam kitab-kitab tersebut selama belum dihapus disertai dengan sikap ridha dan menerima. Namun setelah diturunkan Al Qur’an, maka kitab-kitab sebelumnya sudah mansukh (dihapus) tidak bisa diamalkan lagi; yang diamalkan hanya Al Qur’an saja atau hukum yang dibenarkan oleh Al Qur’an saja. Sulaiman bin Habib pernah berkata, “Kita hanya diperintahkan beriman kepada Taurat dan Injil dan tidak diperintah mengamalkan hukum yang ada pada keduanya.”

Makna beriman kepada rasul-rasul Allah

Rasul adalah orang yang mendapat wahyu dengan membawa syari’at yang baru, sedangkan nabi adalah orang yang diutus dengan membawa syari’at rasul yang datang sebelumnya.
Para rasul adalah manusia, mereka tidak memiliki sedikit pun sifat rububiyyah (mencipta, mengatur dan menguasai alam semesta), mereka tidak mengetahui yang ghaib, dan tidak mampu mendatangkan manfaat atau pun menolak madharrat (bahaya). Allah Ta’ala menyuruh Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam –di mana Beliau adalah pemimpin para rasul dan rasul yang paling tinggi kedudukannya- untuk mengatakan:
قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah, “Aku tidak berkuasa menarik manfaat bagi diriku dan tidak pula menolak madharrat kecuali yang diikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku banyak memperoleh manfaat dan sedikit pun aku tidak ditimpa madharrat. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al A’raaf : 188)
Diantara sebab yang menghalangi orang-orang kafir beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah karena Beliau manusia, mereka mengatakan “Mengapa Allah mengutus rasul dari kalangan manusia?” Kalau seandainya mereka mau berpikir tentu mereka akan mengetahui bahwa di antara hikmah Allah mengutus rasul dari kalangan manusia adalah agar dapat diteladani, ditiru, dan diikuti perbuatannya. Karena kalau dari kalangan malaikat bagaimana dapat diikuti, bukankah malaikat itu tidak makan dan tidak minum, juga tidak menikah?
Termasuk ke dalam beriman kepada rasul-rasul Allah adalah:
  1. Beriman bahwa risalah mereka benar-benar dari sisi Allah.
    Oleh karena itu barang siapa yang ingkar kepada salah seorang rasul, maka sama saja telah ingkar kepada semua rasul.
  2. Mengimani rasul yang telah diberitahukan kepada kita namanya
    Sedangkan yang tidak diberitahukan namanya, maka kita mengimaninya secara ijmal (garis besar).
  3. Membenarkan berita mereka yang shahih.
  4. Mengamalkan syari’at rasul yang diutus kepada kita.
    Dan rasul yang diutus kepada kita sekarang adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau adalah penutup para rasul, tidak ada lagi nabi setelahnya.

Makna beriman kepada hari akhir

Beriman kepada hari akhir maksudnya adalah mengimani semua penjelasan Allah dan Rasul-Nya yang menyebutkan tentang keadaan setelah mati, seperti: Fitnah kubur[1], azab kubur dan nikmat kubur, Ba’ts (kebangkitan manusia), Hasyr (pengumpulan manusia), bertebarannya catatan amal, Hisab (pemeriksaan amal), Mizan (timbangan), Haudh (telaga), Shirat (jembatan), syafa’at, surga, neraka dsb.
Termasuk beriman kepada hari akhir adalah beriman kepada tanda-tanda hari kiamat, seperti keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam, keluarnya Ya’juj-Ma’juj, dan terbitnya matahari dari barat. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّهَا لَنْ تَقُومَ حَتَّى تَرَوْنَ قَبْلَهَا عَشْرَ آيَاتٍ فَذَكَرَ الدُّخَانَ وَالدَّجَّالَ وَالدَّابَّةَ وَطُلُوعَ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَنُزُولَ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَأَجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَثَلَاثَةَ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ نَارٌ تَخْرُجُ مِنَ الْيَمَنِ تَطْرُدُ النَّاسَ إِلَى مَحْشَرِهِمْ *
Sesungguhnya kiamat tidak akan tegak sampai kalian melihat sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan sebagai berikut, “Adanya Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah (binatang melata), terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa putera Maryam, Ya’juj dan Ma’juj, adanya tiga khasf (penenggelaman bumi) di timur, di barat, dan di jazirah Arab, dan yang terakhir dari semua itu adalah keluarnya api dari Yaman menggiring manusia ke tempat berkumpulnya[2].” (HR. Muslim)
Apabila sudah tiba tanda besar ini, maka sudah sangat dekat sekali hari kiamat.
Sebelum tibanya tanda-tanda tersebut, akan didahului tanda-tanda kecilnya di antaranya adalah diangkatnya ilmu (yaitu dengan banyak diwafatkannya para ulama), perzinaan merajalela, wanita lebih banyak daripada laki-laki, amanah akan disia-siakan dengan diserahkan urusan kepada yang bukan ahlinya, banyaknya pembunuhan, dan banyaknya gempa bumi (berdasarkan hadits-hadits yang shahih).
Di antara hikmah mengapa Allah sering menyebutkan hari akhir[3] dalam Al Qur’an adalah karena beriman kepada hari akhir memiliki pengaruh yang kuat dalam memperbaiki keadaan seseorang sehingga ia akan mengisi hari-harinya dengan amal saleh, ia pun akan lebih semangat untuk mengerjakan ketaatan itu sambil berharap akan diberikan pahala di hari itu. Demikian pula akan membuatnya semakin takut ketika mengisi hidupnya dengan kemaksiatan apalagi sampai merasa tenteram dengannya. Beriman kepada hari akhir juga membantu seseorang untuk tidak berlebihan terhadap dunia dan tidak menjadikannya sebagai tujuan hidupnya. Di antara hikmahnya juga adalah menghibur seorang mukmin yang kurang mendapatkan kesenangan dunia karena di hadapannya ada kesenangan yang lebih baik dan lebih kekal.

Makna beriman kepada qadar Allah

Sebelum membicarakan makna beriman kepada qadar Allah, alangkah baiknya kita simak perkatan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma terhadap orang-orang yang ingkar kepada qadar:
فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي
Jika engkau menemui mereka (orang-orang yang ingkar kepada qadar), maka beritahukan mereka, bahwa aku berlepas diri dari mereka, dan mereka juga berlepas diri dariku.”
لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا، فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
Kalau sekiranya salah seorang di antara mereka mempunyai emas sebesar gunung Uhud, lalu ia infakkan, maka Allah tidak akan menerimanya sampai ia beriman kepada qadar.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Maksud beriman kepada qadar adalah kita mengimani bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini yang baik mapun yang buruk adalah dengan qadha’ Allah dan qadar-Nya. Semuanya telah diketahui Allah, telah ditulis[4], telah dikehendaki, dan diciptakan Allah.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berbuat adil dalam qadha’ dan qadar-Nya. Semua yang ditaqdirkan-Nya adalah sesuai hikmah yang sempurna yang diketahui-Nya. Allah tidaklah menciptakan keburukan tanpa adanya maslahat, namun keburukan dari sisi buruknya tidak bisa dinisbatkan kepada-Nya. Tetapi keburukan masuk ke dalam ciptaan-Nya. Apabila dihubungkan kepada Allah Ta’ala, maka hal itu adalah keadilan, kebijaksanaan, dan sebagai rahmat/kasih-sayang-Nya.
Allah telah menciptakan kemampuan dan iradah (keinginan) untuk hamba-hamba-Nya, di mana ucapan yang keluar dan perbuatan yang dilakukan sesuai kehendak mereka, Allah tidak memaksa mereka, bahkan mereka berhak memilih.
Manusia merasakan bahwa dirinya memiliki kehendak dan kemampuan, yang dengannya ia akan berbuat atau tidak, ia juga bisa membedakan antara hal yang terjadi dengan keinginannya seperti berjalan, dengan yang tidak diinginkannya seperti bergemetar. Akan tetapi, kehendak dan kemampuan seseorang tidak akan melahirkan ucapan atau perbuatan kecuali dengan kehendak atau izin Allah, namun ucapan atau perbuatan tersebut tidak mesti dicintai Allah meskipun terwujud.
***
Footnote
[1] Fitnah kubur artinya cobaan ketika di kubur. Maksudnya seseorang akan diuji dan dicoba dengan pertanyaan siapa Tuhannya, apa agamanya dan siapa nabinya oleh malaikat Munkar dan Nakir.
[2] Urutan tanda-tanda tersebut –menurut sebagian ulama- adalah sbb.:
Urutan tanda-tanda tersebut –menurut sebagian ulama- adalah sbb.:
  1. Keluarnya Dajjal
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    مَا مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا قَدْ أَنْذَرَ أُمَّتَهُ اْلأَعْوَرَ اْلكَذَّابَ، أَلَا إِنَّهُ أَعْوَرُ وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ك ف ر
    Tidak ada seorang Nabi pun kecuali telah memperingatkan umatnya dari seorang yang buta sebelah lagi pendusta (Dajjal). Ketahuilah, sesungguhnya dia buta sebelah dan sesungguhnya Tuhanmu tidak buta sebelah, di antara kedua mata Dajjal itu tertulis ka-fa-ra (kafir).” (HR. Bukhari dan Muslim).
    Dajjal adalah seorang manusia pembohong besar yang akan muncul pada akhir zaman, mengaku sebagai tuhan yang disembah. Kehadirannya di dunia termasuk tanda besar hari kiamat. Keajaiban-keajaiban yang diperlihatkannya merupakan cobaan dari Allah untuk umat manusia yang masih hidup pada masa itu. Para pengikutnya kebanyakan orang-orang yahudi.
    Di antara keajaibannya adalah ia dapat berjalan cepat seperti air hujan yang didorong angin, ia mengajak orang-orang untuk mengikuti ajakannya, lalu bagi orang-orang yang mau mengikutinya ia menyuruh langit untuk menurunkan hujan sehingga turunlah hujan, disuruhnya bumi menumbuhkan tanaman, maka tumbuhlah tanaman-tanaman, dan keajaiban-keajaiban lainnya yang ditunjukkan sehingga banyak yang percaya kepadanya.
    Dajjal tinggal di dunia selama 40 hari, di antara hari-hari tersebut; sehari seperti setahun, sehari berikutnya seperti sebulan, sehari berikutnya seperti seminggu, kemudian hari-hari lainnya sebagaimana biasa, dan nantinya ia akan dibunuh oleh Nabi Isa ‘alaihis salam setelah Beliau turun ke bumi.
    Dajjal sudah ada sekarang, hal ini berdasarkan hadits shahih riwayat Muslim dari Tamim Ad Daariy, bahwa ketika ia bersama para sahabatnya menaiki perahu, tiba-tiba ia dipermainkan oleh ombak selama satu bulan, sampai mereka mendekat ke sebuah pulau di tengah lautan hingga saat tenggelamnya matahari. Mereka ditemui oleh Jassasah, makhluk berbulu lebat. Kemudian Jassasah membawa mereka menemui Dajjal yang berada di dalam biara. Ternyata di dalamnya terdapat seorang pria besar posturnya dalam keadaan terikat dengan ikatan yang sangat kuat, kedua tangannya disatukan ke leher yang terletak antara kedua lutut hingga mata kakinya dengan belenggu besi. Kemudian ia bertanya kepada mereka (Tamim dan kawan-kawannya) tentang pohon kurma Bisan, Danau Thabariyyah, Mata Air Zaghr, Nabi kaum buta huruf dan apakah ia telah diperangi oleh orang-orang Arab dan bagaimana perlakuannya terhadap mereka? Kemudian ia berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya lebih baik jika mereka menaatinya. Aku beritahukan kepadamu tentang diriku; aku adalah al Masih, aku tidak lama lagi diizinkan keluar, aku akan keluar dan berjalan di bumi, maka aku tidak membiarkan satu perkampungan pun kecuali aku singgahi dalam tempo empat puluh hari, selain kota Makkah dan Madinah. Keduanya diharamkan bagiku, setiap kali aku akan memasuki salah satu darinya, aku dihadang oleh malaikat dengan pedang tehunus untuk mencegahku memasukinya. Sungguh, di setiap jalan kota itu terdapat malaikat yang menjaganya..dst.” (Lihat Shahih Muslim 7572)
    Tidaklah bisa selamat dari fitnah Dajjal kecuali dengan ilmu dan amal. Adapun dengan ilmu, yaitu harus diketahui bahwa Dajjal itu matanya buta sebelah, dan terukir di antara kedua matanya tulisan Ka fa ra (kafir). Adapun dengan amal, yaitu dengan berlindung kepada Allah dari fitnahnya ketika tasyahhud akhir setiap shalat, dan hendaknya dihapal sepuluh ayat pertama dari surat Al-Kahfi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
    « مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ » .
    Barang siapa hapal sepuluh ayat dari awal surat Al-Kahfi, niscaya dia akan diperlihara dari (fitnah) Dajjal.” (HR. Muslim).
  2. Turunnya Isa putera Maryam dari langit.
    Nabi Isa ‘alaihis salam sekarang masih hidup di langit kedua. Ia akan turun di menara putih sebelah timur Damaskus. Dia membawa syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akan mematahkan salib dan membunuh babi. Beliaulah yang membunuh Dajjal di pintu Lud yang berada di negeri Palestina. Di zaman Nabi Isa ‘alaihis salam manusia hidup tenteram, harta melimpah, dan kedamaian di mana-mana (hal ini berdasarkan hadits-hadits yang shahih).
    Menurut sebagian ulama, Isa putera Maryam turun ketika kaum muslimin dipimpin oleh Imam Mahdi.
  3. Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj,
    Ya’juj dan Ma’juj adalah manusia ganas, kuat, dan pembunuh. Ia keluar dari tempat-tempat tinggi. Saat rombongan pertama keluar melewati sebuah danau, mereka meminumnya hingga kering dan tidak ada makanan kecuali dihabiskannya. Manusia banyak melarikan diri karena takut kepada mereka, sampai-sampai Nabi Isa dan kaum muslimin berlindung di sebuah bukit, lalu Nabi Isa ‘alaihis salam berdoa kepada Allah Ta’ala, maka Allah mengirimkan ulat-ulat dalam jumlah banyak yang mengenai leher mereka sehingga semuanya mati.
    Ya’juj dan Ma’juj sudah ada sekarang, mereka dikurung dalam dinding besar yang dibangun oleh Raja Dzulqarnain. Dalam Al Qur’an disebutkan:
    فَمَا اسْطَاعُوا أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْباً- قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّي فَإِذَا جَاء وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاء وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقّاً
    Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.– Dzulkarnain berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar“. (QS. Al Kahfi: 97-98)
    Tentang tembok itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka melubanginya setiap hari, sehingga ketika mereka hampir berhasil melubanginya, pemimpin mereka berkata, “Kembalilah! Kalian bisa melubanginya besok!”, lantas Allah mengembalikan tembok itu tertutup dan lebih keras daripada kemarin. Sampai apabila masa mereka sudah tiba, dan Allah hendak membangkitkan mereka di tengah-tengah manusia, maka pemimpin mereka berkata, “Kembalilah kalian! Kalian akan bisa melubanginya besok, insya Allah!” ia mengucapkan insya Allah. Besoknya mereka kembali, sedangkan tembok itu masih seperti keadaan ketika mereka tinggalkan kemarin, lantas mereka pun berhasil melubanginya dan bisa berbaur dengan manusia. Mereka pun meminum banyak air dan orang-orang lari karena takut kepada mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim, hadits ini shahih)
  4. Terjadinya khasf (penenggelaman bumi) yang terjadi di timur,
  5. Khasf di barat dan,
  6. Khasf di jazirah Arab.
    Ibnu Hajar berkata, “Di beberapa tempat terjadi gempa yang menenggelamkan bumi, tetapi bisa jadi yang dimaksudkan dengan tiga penenggelaman bumi ini lebih daripada gempa-gempa itu, mungkin wilayah yang tenggelam lebih luas dan skalanya lebih besar.”
  7. Muncul dukhaan (asap).
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    إِنَّ رَبَّكُمْ أَنْذَرَكُمْ ثَلاَثاً: الدُّخَانَ يَأْخُذُ الْمُؤْمِنَ كَالزَّكْمَةِ، وَيأْخُذُ الْكَافِرَ، فَيَنْتَفِخُ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْ كُلِّ مِسْمَعٍ مِنْهُ، وَالثَّانِيَةَ الدَّابَّةَ، وَالثَّالِثَةَ الدَّجَّالِ”
    Sesungguhnya Tuhanmu memperingatkan tiga hal: Dukhan (asap) yang menimpa orang mukmin sehingga ia seperti terkena flu, dan menimpa orang kafir sampai membengkak, sehingga keluar dari setiap telinganya.” (HR. Ibnu Jarir dan Thabrani, isnadnya jayyid)
  8. Terbitnya matahari dari barat
    Pada saat ini pintu tobat sudah ditutup.
  9. Keluarnya dabbah (binatang melata).
    Binatang melata ini akan berbicara kepada manusia, atau menandai, atau melukai (menurut qiraa’t Ibnu Abbas “taklimuhum”), lihat surat An Naml: 82, sehingga akan membedakan antara orang mukmin dan orang kafir. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Zhahir Al Qur’an menunjukkan bahwa binatang itu akan memperingatkan manusia tentang dekatnya azab dan kebinasaan.”
  10. Keluarnya api yang muncul pertama di sebelah selatan jazirah dari dataran rendah ‘Adn (kawasan di Yaman).
    Api tersebut menyebar ke mana-mana dan mengumpulkan manusia ke tempat berkumpulnya. Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan malaikat Israfil untuk meniup sangkakala yang menghancurkan alam semesta. Wallahu a’lam.
[3] Dinamakan akhir, karena akhirat merupakan alam terakhir yang akan dilalui manusia setelah menjalani alam janin, lalu ke alam dunia, kemudian ke alam barzakh, dan diakhiri dengan alam akhirat.
[4] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah mencatat taqdir semua makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim)

Penjelasan Hadits Jibril (3) : Makna Ihsan

Ihsan

Sabda Beliau tentang ihsan, “Jika kamu tidak merasa begitu (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu” yakni tetaplah untuk memperbagus ibadah, karena dia senantiasa melihatmu. Dengan merasakan pengawasan Allah, seseorang dapat memperbagus ibadahnya, seperti mengerjakannya dengan sempurna syarat dan rukunnya, serta memperhatikan sunnah-sunnah dan adabnya.
Penjelasan Beliau tentang ihsan sangat bagus dan tepat sekali. Beliau tidak menerangkan ihsan adalah memperbagus dan memperbaiki ibadah, tetapi cukup mengatakan, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak merasa begitu, ketahuilah bahwa Dia melihat-Mu”. Karena dengan adanya rasa dilihat, diawasi dan diperhatikan oleh Allah, seseorang dengan sendirinya akan memperbagus dan memperbaiki ibadahnya. Ibarat seorang pembantu yang bekerja dengan serius, telaten, dan rapi karena merasa diawasi majikannya. Berbeda jika tidak adanya perasaan demikian, tentu akan membuat seseorang bermalas-malasan dan tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan.
Sabda Beliau, “Yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya”, maksudnya adalah sama-sama tidak mengetahui kapan kiamat, hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Sabda Beliau, “Jika seorang budak melahirkan tuannya” ada beberapa tafsiran, yaitu: (1) Akan banyaknya budak-budak wanita yang melahirkan anak, seakan-akan budak-budak wanita itu adalah budak milik si anak, karena budak-budak itu milik bapak si anak. Di sini terdapat isyarat akan banyaknya penaklukkan negeri. (2) Budak-budak wanita melahirkan anak yang akan menjadi raja-raja, hingga akhirnya si budak wanita selaku ibu menjadi rakyatnya, (3) Menunjukkan sudah rusaknya zaman, di mana ummahaatul aulaad (budak-budak yang melahirkan anak) banyak yang dijual, lalu ada seorang anak yang membeli ibunya sedangkan ia tidak tahu kalau itu ibunya, (4) Banyaknya pembangkangan/durhaka anak terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan budaknya. Wallahu a’lam.

Perbedaan antara Islam dan Iman

Islam apabila disebutkan secara terpisah, maka masuk juga ke dalamnya iman, sebagaimana iman apabila disebutkan secara sendiri, maka masuk juga ke dalamnya Islam. Hal ini menunjukkan bahwa iman tidak sebatas dalam hati dan diucapkan oleh lisan, namun harus adanya amal. Oleh karena itu, seseorang yang mengakui bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka pada prakteknya dia harus beribadah kepada Allah saja, tidak kepada selain-Nya.
Islam dan iman apabila disebutkan secara bersamaan, maka maksud iman adalah amalan batin seperti beriman kepada Allah, malaikat, kitab dst. sedangkan Islam maksudnya adalah amalan yang tampak seperti mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dst.

Faedah hadits di atas

Di antara faedah hadits di atas adalah sebagai berikut:
  1. Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang tidak tahu, hendaknya menjawab “tidak tahu” dan hal ini bukanlah cela baginya.
  2. Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
  3. Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah Ta’ala.
  4. Isyarat agar seseorang duduk yang sopan di majlis ilmu.
  5. Penyebab sesuatu dihukumi sebagai pelaku. Hal ini sebagaimana Jibril ‘alaihis salam dikatakan
  6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “datang hendak mengajarkan agama kepada kalian”و padahal yang mengajarkan adalah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam
  7. Beraneka ragamnya cara mengajar.
  8. Membaguskan pakaian dan sikap serta memperhatikan kebersihan ketika masuk menemui orang-orang utama, karena malaikat Jibril datang mengajarkan ilmu kepada manusia dengan sikap dan ucapannya (yang bagus).
  9. Bersikap lembut kepada penanya dan mendekatkan dirinya kepadanya agar ia dapat bertanya tanpa rasa sempit dan takut.
  10. Bergaul dengan manusia lebih utama daripada beruzlah (mengasingkan diri) selama ia tidak mengkhawatirkan bahaya terhadap agamanya. Jika ia khawatir terhadap agamanya, maka uzlah lebih utama.
  11. Bahwa di antara tanda Kiamat adalah berbaliknya keadaan, sehingga yang diasuh menjadi pengasuh, dan orang yang hina menjadi orang besar.
[selesai]
***
Penulis: Marwan Hadidi S.Pdi.
Artikel Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar